MAKALAH
PERKEMBANGAN
INDIVIDU
K
E
L
O
M
P
O
K
11
NURAULIAH SAFITRI
MUCHLIS (1471040046)
HENDRA SUWARDI
(1471041017)
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah
ini dapat diselesaikan walaupun dalam bentuk yang sederhana. Tak lupa shalawat
dan salam kita haturkan kapada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Makalah ini yang berjudul “Perkembangan Individu : Motorik, Bahasa, Kognitif,
Sosio-emosional, Spiritual.” merupakan
tugas mata kuliahPsikologi Pendidikan. Makalah
ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami mata kuliah tersebut secara
mendalam, semoga makalah ini dapat
berguna untuk mahasiswa pada umumnya.
Kami sebagai penulis mengharapkan kemaklumannyajika dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dari segi cara
penulisan, tata bahasa maupun dari isi mutu penulisan. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati yang paling dalam kami harapkan saran dan kritikan yang
sifatnya membangun demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini
Akhirnya
penulis menyadari, bahwa tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang
luput dari salah dosa. Karena itulah
siklus kehidupan manusia yang penuh warna kekurangan, kekhilafan dan
kelemahan. Begitupula dalam penulisan karya tulis ini. Oleh karena itu segala
kritik dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi
kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Makassar, 19 Desember 2014
Kelompok
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Perkembangan..............................................................................
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan.......................................
BAB
III. PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Motorik..................................................................................
B.
Perkembangan
Bahasa...................................................................................
C.
Perkembangan Kognitif.................................................................................
D.
Perkembangan Sosio-emmosiona...................................................................
E.
Perkembangan Spiritual.................................................................................
BAB IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA...............................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Individu dalam kehidupannya
mengalami perkembangan, mulai dari masa bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan
terdapat tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu
tersebut. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik,
bahasa, kognitif, sprititualitas, sosioemosional dan sebagainya sebagai syarat
untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.
Menurut Havighurst, tugas
perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu berhasil dituntaskan akan
membawa kebahagiaan dan sukses denganya, tugas-tugas perkembangan selanjutnya,
namun apabila mengalami kegagalan akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri
individu yang bersangkutan.
Perkembangan adalah
perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat kualitatif dan berjalan
terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada
penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Perkembangan individu merupakan
suatu proses perubahan pada diri individu yang dipengaruhi banyak hal, baik
dari faktor internal seperti hereditas dan gen, hingga faktor luar seperti
asupan makanan, pergaulan, olahraga dan sebagainya. Begitu banyak hal yang
terjadi selama masa perkembangan, merupakan suatu dinamika yang pastinya
ditentukan oleh berbagai faktor, seperti yang disebutkan diatas. Berhasil tidak
suanya suatu tugas perkembangan juga merupakan andil besar dari faktor-faktor
tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan Motorik individu?
2.
Bagaimana
perkembangan Bahasa individu?
3.
Bagaimana
perkembangan Kognitif individu?
4.
Bagaimana
perkembangan Sosio-emosional individu?
5.
Bagaimana
perkembangan Spiritual individu?
C. Tujuan
1.
Mengetahui perkembangan Motorik individu
2.
Mengetahui perkembangan Bahasa individu
3.
Mengetahui perkembangan Kognitif individu
4.
Mengetahui perkembangan Sosio-emosional individu
5.
Mengetahui
perkembangan Spiritual individu
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Perkembangan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), perkembangan (berkembang) berarti mekar
terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi
bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dalam
Dictionary of Psychology (1972) & The Penguin Dictionary of Psychology
(1988), perkembangan adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang
terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan
aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
Secara
mudah, perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat
kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah.
Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.
B.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan
a.
Faktor intern, faktor
yang ada dalam diri individu itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi
psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
b.
Faktor eksternal,
hal-hal yang datang atau ada di luar diri individu yang meliputi lingkungan
(khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi individu tersebut dengan
lingkungannya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Motorik
(Fisik) (motor development)
Yakni proses
perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam
keterampilan fisik anak (motor skills).
Mula-mula
seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap
aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia 4 bulan, bayi itu sudah mulai
mampu duduk dengan bantuan sanggaan dan dapat pula meraih dan menggenggam
benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya. Kini, ia telah
memiliki apa yang disebut “grasp reflex”, yakni gerakan otomatis untuk
menggenggam. Inilah refleks primitif (yang ada sejak dahulu kala) yang
diwariskan nenek moyangnya tanpa dipelajari.
Respons otomatis
yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya adalah
“rooting reflex” (refleks dukungan) yakni gerakan kepala dan mulut yang
otomatis setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak ke
arah datangnya rangsangan.
Bekal
selanjutnya yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensori.
Kapasitas sensori lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya
refleks-refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih baik.
Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan napas, penyedotan, dan
tanda-tanda respon terhadap stimulus lainnya.
Ketika seorang
anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 atau 7 tahun sampai 12
atau 13 tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak benar-benar seimbang dan
proporsional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih
panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya, ukuran tangan kanan
tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran leher tidak lebih besar
dari ukuran kepala yang disangganya.
Gerakan-gerakan
motor siswa akan terus meningkat keanekaragaman, keseimbangan, dan kekuatannya
ketika ia menduduki bangku SMP dan SMA. Namun, peningkatan kualitas bawaan
siswa ini justru membawa konsekuensi sendiri, yakni perlunya pengadaan guru
yang lebih piawai dan terampil, khususnya yang berhubungan dengan penyampaian
ilmu tentang mengapa dan bagaimana keterampilan tersebut dilakukan.
Belajar
keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam diri seseorang
apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan
penggunaan lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara
baik dan benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, ia
tidak hanya cukup dengan latihan dan praktik, tetapi juga memerlukan kegiatan
perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor
learning (belajar keterampilan inderawi-jasmani).
Ada 4 macam
faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga
memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannnya, yaitu :
a. Pertumbuhan
dan perkembangan sistem syaraf (nervous system)
Sistem
syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktu jaringan
serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni
pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak (Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf
dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat
dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan
kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula
pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda dengan organ
tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh
lagi.
b. Pertumbuhan
otot-otot
Otot
adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus
merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut (contractile
unit). Diantara fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai pengikat organ-organ
lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan
(Reber, 1988). Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan
perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya.
Perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun
dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang
bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c. Perkembangan
dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin (endocrine glands).
Kelenjar
adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar
keringat. Sedangkan kelenjar endokrin secara umum adalah kelenjar dalam tubuh
yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui
aliran darah. Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti adrenal
(kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan memproduksi
bermacam-macam hormon termasuk hormon seks),
dan kelenjar pituitary (kelenjar di bagian bawah otak yang memproduksi
dan mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur dan
sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak
remaja. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan
berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya.
Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau
berolahraga, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola
perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis.
d. Perubahan
struktur jasmani
Semakin
meningkat usia anak semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta
proporsi (perbadingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan
banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills
anak. Kecepatan berlari, kecekatan bergerak,kecermatan menyalin pelajaran,
keindahan melukis, dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses
penyempurnaan struktur jasmani siswa. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa
juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan
fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut. Dalam hal
ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik siswa lebih memiliki signifikansi
daripada usia kronologisnya sendiri.
B.
Perkembangan Bahasa
Bahasa
merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sangat erat
kaitannya dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan individu tampak
dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun
pendapat dan menarik kesimpulan. Perkembangan fikiran itu dimulai pada usia
1,6-2,6 tahun yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata.
Laju perkembangan itu sebagai berikut:
a.
1,6 tahun, anak dapat
menyusun pendapat positif “ bapak makan “
b.
Usia 2,6 tahun, anak dapat
menyusun pendapat negatif (menyangkal) “ bapak tidak makan”
c.
Pada usia selanjutnya,
anak dapat menyusun pendapat kritikan, keragu-raguan dan menarik kesimpulan.
Adapun,
tugas-tugas perkembangan bahasa antara lain:
a.
Pemahaman, yaitu
kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
b.
Pemahaman
pembendaharaan kata
Pembendaharaan
kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama,
kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus
meningkatkan setelah anak masuk sekolah.
c.
Penyusunan kata-kata
menjadi kalimat
Pada
umumnya berkembang pada usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama ialah kalimat
tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture“ untuk melengkapi cara
berfikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan
jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola itu untuk saya”.
Menurut Davis, Garrison dan Mc Carthy (E. Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak
wanita, dan anak yang berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang
diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang
kurang cerdas, anak pria, dan anak yang berasal dari kelurga miskin.
d.
Ucapan
Kemampuan
mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan)
terhadap suara-suara yang di dengar dari orang lain (terutama orang tua).
C.
Perkembangan Kognitif
(cognitive development)
Yakni
perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan
otak anak.
Sebagian besar
psikolog terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa
proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir.
Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas
sensori, ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh aktivitas ranah
kognitif.
Menurut para
ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah
mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor dan
sensorinya. Persoalan mengenai usia berapa hari, berapa minggu, atau berapa
bulan aktivitas ranah kognitif mulai mempengaruhi perkembangan manusia, menurut
hemat penyusun memang sulit ditentukan. Namun, yang lebih mendekati kepastian
dan dapat dipedomani adalah hasil-hasil riset para ahli psikologi kognitif
menyimpulkan bahwa aktivitas ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah
berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang kehidupan antara 0-2 tahun.
Hasil riset
kognitif yang dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini menyimpulkan
bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang
berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang
diserap melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga berkemampuan
merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.
Jean Piaget,
mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu :
a)
Tahap sensori motor
Selama
perkembangan sensori-motor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2
tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam
arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun demikian, intelegensi
sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena
ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak
tersebut kelak.
Intelegensi
sensori-motor dipandang sebagai intelegensi praktis (practical intellegence)
yang berfaidah pada anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap
lingkungan sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Pada
periode ini, anak belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis
dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia
perbuat.
b)
Tahap pra-operasional
(2-7 tahun)
Periode
ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2-7 tahun. Perkembangan ini bermula
pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence.
Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu
benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi.
Perolehan
kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence adalah hasil
dari munculnya kapasitas kognitif baru disebut representation/mental
representation (gambaran mental). Secara singkat, representasi adalah sesuatu
yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainnya. Representasi
ini merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak
berpikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu
walaupun benda atau kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran, atau
jangkauan tangannya.
Dalam
periode ini, juga yang sangat penting, ialah diperolehnya kemampuan berbahasa.
Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu
pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
c)
Tahap
konkret-operasional (7-11 tahun)
Dalam
periode ini yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh
tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir).
Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya
dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.
Dalam
intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap konkret-operasional
terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
-
Conservation (konservasi/pengekalan),
kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulati materi, seperti volume dan
jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu
bahwa sifat kuantitatif tersebut tidak akan berubah secara sembarangan.
-
Addition of classes
(penambahan golongan benda), kemampuan anak dalam memahami cara
mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah,
seperti mawar & melati, dan menghubungkannya dengan golongan benda yang
berkelas lebih tinggi, seperti bunga. Disamping itu, kemampuan ini meliputi
kecakapan memilah-milah benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas
tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari bunga menjadi
bunga mawar, melati, dan seterusnya.
-
Multiplication of
classes (pelipatgandaan golongan benda), kemampuan yang melibatkan pengetahuan
mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan
tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar merah, mawar
putih, dan seterusnya). Kemampuan ini
juga meliputi kemampuan memahami secara sebaliknya, yakni cara memisahkan
gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri, misalnya : warna
bunga mawar terdiri atas merah, putih, dan kuning.
d)
Tahap
formal-operasional (11-15 tahun)
Dalam
tahap ini, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, akan
dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkret-operasional. Dalam
perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam
kemampuan kognitif, yakni :
-
Kapasitas menggunakan
hipotesis
-
Kapasitas menggunakan
prinsip-prinsip abstrak
Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan
dasar), seorang remaja akan mampu berpikir hipotesis, yakni berpikir mengenai
sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar
yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama, ilmu matematika dan
ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih mendalam.
Selanjutnya, seorang remaja yang telah telah
berhasil menjalani tahap ini akan dapat memahami dan mengungkapkan
prinsip-prinsip abstrak. Prinsip-prinsip tersembunyi ini,pada gilirannya akan
dapat mengubah perhatian-perhatian sehari-hari secara dramatis dengan pola yang
terkadang sama sekali berbeda dari pola-pola perhatian sebelumnya. Suatu saat
remaja tersebut akan menuliskan masa depannya dengan prinsip-prinsip abstrak,
seperti “aku tahu bahwa aku sedang memikirkan masa depanku sendiri, lalu aku
mulai berpikir tentang mengapa aku memikirkan masa depanku”.
D.
Perkembangan Sosio-emosional
(Socio-emotional Development)
Yaitu
perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri, kemampuan
untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang orang lain,
keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin persabatan, dan
pengertian tentang moral.
Perkembangan
sosial yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan
perubahan-perubahan cara anak berkomunikasi dengan orang lain, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok. Berlangsung sejak masa bayi hingga akhir
hayatnya. Perkembangan sosial menurut Bruno (1987) merupakan proses pembentukan
social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya,
bangsa, dan seterusnya.
Seperti
dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial juga
selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil
perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar
(khususnya belajar sosial) tersebut, baik di lingkungan sekolah dan keluarga
maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu
amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang
selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral
lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan. Setiap tahapan
perkembangan perilaku sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan
perilaku moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Perkembangan
sosial hampir dapat dipastikan juga perkembangan moral, sebab perilaku moral
pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang
siswa hanya akan mampu berperilaku sosial tertentu secara memadai apabila
menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk situasi sosial
tersebut.
Di
lain pihak, perkembangan emosi (ataupun emosi itu sendiri) amat menentukan
sikap seseorang dalam bergaul (sosialnya). Apabila jelek emosinya, maka orang
akan menjauhinya. Yang menyebabkan menyebabkan jeleknya emosinya adalah
kemungkinan hasil didikan dari orang tuanya. Demikian juga apabila emosi
seseorang stabil, adalah hasil didikan di keluarga juga sejak awal. Karena itu,
keluarga harus dari awal telah memelihara agar anak tidak suka pemarah, suka
memukul, suka ngamuk, dan sebagainya. Ibu mendidik anaknya agar emosinya
tenang, yaitu jika ibu suka tenang dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Apabila ibu suka tergopoh-gopoh, maka anaknya juga suka tergopoh-gopoh. Karena
itu, salah satu aspek perkembangan emosi adalah ketenangan dan kenyamanan di keluarga.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional antara lain :
a.
Perlakuan dan Cara
Pengasuhan Orang Tua
Secara
garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni :
Tipe
|
Perilaku
Orang Tua
|
Karakteristik
Anak
|
Otoriter
|
Kontrol yang
ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog
(memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin
secara emosional
|
Menarik
diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
|
Permisif
|
Tidak
mengontrol, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan,
penggunaan nalar, hangat dan menerima
|
Kurang
dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk bereksplorasi
|
Otoritatif
|
Mengontrol,
menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara
verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan
|
Mandiri,
bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat
eksplloratif, dan percaya diri
|
b.
Kesesuaian antara bayi
dan pengasuh
Dalam
proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka bisa saling
mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga ada penyesuain diri
antar masing-masing. Jika terjadi ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka
akan berdampak anak mengalami stres, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan
rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang
sang anak inginkan, agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak
menimbulkan rasa benci
c.
Temperamen bayi
Merupakan
salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa terjalin
hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni
bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah
adalah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau
orang baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap
perubahan situasi, sering menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan
bayi yang lamban adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri,
kurang aktif dan intensitas respon kurang.
d.
Perlakuan guru di
sekolah
Apa
yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan
guru terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan
sosioemosional anak. Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi
juga segenap perilaku dan pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya,
karena secara langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.
Adapun
tahap-tahap perkembangan emosi yang mempengaruhi perkembangan sosialnya yaitu :
a.
Masa Bayi
Pembagian
emosinya diklasifikasikan menjadi 2:
-
Emosi Primer, yang
termasuk dalam emosi primer ini adalah terkejut, tertarik, senang, marah,
sedih, takut, dan jijik yang muncul pada usia enam bulan pertama.
-
Emosi yang disadari
(self-concious emotions), yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri.Yang
termasuk dalam jenis ini adalah empati, cemburu, dan kebingungan yang muncul
pada 1½ tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga
bangga, malu, dan rasa bersalah yang mulai muncul pada 2½ tahun pertama.
b.
Masa Kanak-Kanak Awal
Emosi
yang dialaminya antara lain : rasa bangga, rasa malu, rasa bersalah, rasa
marah, rasa takut, rasa cemburu, rasa ingin
tahu , iri hati, gembira, sedih, & kasih sayang.
c.
Masa Kanak-Kanak Akhir
& Anak-Anak
Beberapa perubahan yang penting
dalam masa ini, antara lain :
-
Peningkatan kemampuan
untuk memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan dan rasa malu (Kuebli,
1994).
-
Peningkatan pemahaman
bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi
tertentu.
-
Peningkatan kemampuan
untuk menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif.
-
Penggunaan strategi
personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau
pikiran ketika mengalami emosi tertentu.
d.
Masa Remaja
Masa
remaja merupakan masa yang sulit secara emosional. Tidak selamanya seorang
remaja berada dalam situasi “badai dan stress”, tetapi fluktuasi emosi dari
tinggi ke rendah memang meningkat pada masa remaja awal. (Rosenblum &
Lewis, 2003). Seorang remaja bisa saja merasa di puncak dunia pada suatu saat
namun merasa tidak berharga sama sekali pada waktu berikutnya. Seorang remaja
akan sering merajuk tidak tahu bagaimana mengekspresikan emosi mereka. Hanya
dengan sedikit atau bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka bisa saja
meledak di depan orang tua atau
saudara-saudara mereka.
Reed
Larson dan Maryse Richards (1994) menemukan bahwa remaja menunjukkan emosi yang
lebih ekstrem dan lebih berubah-ubah dibandingkan orang tua mereka. Sebagai
contoh, seorang remaja lima kali lebih mungkin untuk menyatakan dirinya “sangat
bahagia” dibandingkan dengan orang tua mereka. Penemuan ini mendukung pandangan
yang menyatakan remaja adalah orang yang sangat moody dan mudah berubah-ubah
emosinya. (Rosenblum & Lewis, 2003).
e.
Masa Dewasa
Pada
masa dewasa, dimulai dengan belajar untuk mengendalikan emosinya dan
menyesuaikan emosinya sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Kematangan
emosinya jauh lebih baik dan kompleks. Keinginan untuk mengekspresikan emosi
secara berlebihan sudah dapat dikendalikan begitu pula dengan perubahan
emosinya yang lebih stabil.
E.
Perkembangan Spiritual
Spiritualitas
didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu
yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer 1989).Perkembangan spiritual itu
ibarat perjalanan tumbuh dan berkembang yang dimulai dari diri masing masing.
Keyakinan spritual sangat berkaitan dengan bagian moral dan etis dalam konsep
diri anak dan oleh karena itu harus dipertimbangkan sebagai bagian dari
pengkajian kebutuhan dasar anak. Anak-anak perlu memiliki arti, tujuan, dan
harapan dalam hidupnya. Tidak hanya itu, mereka juga membutuhkan pengakuan dan
pemberian maaf. Spritualitas mempengaruhi seluruh bagian dalam diri seseorang:
pikiran , jiwa, &tubuh (cluterr,1991:121.)
Adapun fase-fase
perkembangan spiritual yaitu :
a.
Individu yang berusia
antara 0-18 bulan, Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi
merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum
memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik
merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.
b.
Dimensi spiritual mulai
menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah
dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran
kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa
anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual
dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak
dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur
dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan
sehari-hari.
c.
Perkembangan spiritual
pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan kondisi
psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami
kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma
keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi
membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain.
Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar
tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena
anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan
mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan
orang tuanya.
d.
Usia sekolah merupakan
masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12
tahun). Anak usia sekolah (6-12 tahun)
berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak
untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah
mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan
menjelaskan apakah keyakinan itu. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang
anak terhadap dimensi spiritual mereka.
e.
Remaja (12-18 tahun).
Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, menggunakan
pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang.
Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami,
mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak
konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya
daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih
mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi
orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja.
f.
Dewasa muda (18-25
tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan
melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan
kepercayaan mereka yang dipelajari saat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan
sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama
pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak
memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.
g.
Dewasa pertengahan
(25-38 tahun). Dewasa pertengahan merupakan tahap perkembangan spiritual yang
sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka
menggunakan keyakinan moral, agama dan etika sebagai dasar dari sistem nilai.
Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan
terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.
h.
Dewasa akhir (38-65
tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk
instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan introspeksi ini
sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya
kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.
i.
Lanjut usia (65 tahun
sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa
ini walaupun membayangkan kematian, mereka banyak menggeluti spiritual sebagai
isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang
agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia
yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak
berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada
lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk
menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada
proses bukan pada kematian itu sendiri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan adalah
perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat kualitatif dan berjalan
terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada
penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Individu dalam kehidupannya mengalami
perkembangan, mulai dari masa bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan
terdapat tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu
tersebut. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik,
bahasa, kognitif, sprititualitas, sosioemosional dan sebagainya sebagai syarat
untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.
Perkembangan individu merupakan
suatu proses perubahan pada diri individu yang dipengaruhi banyak hal, baik
dari faktor internal hingga faktor luar. Begitu banyak hal yang terjadi selama
masa perkembangan, merupakan suatu dinamika yang pastinya ditentukan oleh
berbagai faktor, seperti yang disebutkan diatas. Berhasil tidak suanya suatu
tugas perkembangan juga merupakan andil besar dari faktor-faktor tersebut.
B.
Saran
Bagi para pembaca, jadikanlah makalah “Perkembangan
Individu” ini menjadi salah satu bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita. Sehingga, kita pun juga dapat mengerti dan memahami bagaimana
sedikit seluk beluk hal-hal yang terkait dengan perkembangan diri kita sendiri.
Dan jangan lupa juga untuk membaca bacaan-bacaan lain, agar pengetahuan dan
wawasan kita semakin bertambah.“Semangat membaca, semangat untuk maju !”
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Willis, S.S. 2012. Psikologi
Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta
Anonim.“Teori Psikologi
Pendidikan”.Online. http://psikologi.net/teori-psikologi-pendidikan/.
27 februari 2015
Anonim.”Perkembangan
Sosioemosional”.Online. http://perkembangan-sosio-emosional/wawasanQ.27
februari 2015
Anonim.”Perkembangan Moral dan Spirituan
Peserta Didik”.Online.http:// vhvv n/ PSIKOLOGI-PENDIDIKAN. 27 FEBRUARI 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar