Kamis, 24 Desember 2015

Perkembangan Individu

MAKALAH
PERKEMBANGAN INDIVIDU
K
E
L
O
M
P
O
K
11

NURAULIAH SAFITRI MUCHLIS (1471040046)
HENDRA SUWARDI (1471041017)

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
KATA PENGANTAR
              Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan walaupun dalam bentuk yang sederhana. Tak lupa shalawat dan salam kita haturkan kapada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Makalah ini yang berjudul “Perkembangan Individu : Motorik, Bahasa, Kognitif, Sosio-emosional, Spiritual.merupakan tugas mata kuliahPsikologi Pendidikan. Makalah ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami mata kuliah tersebut secara mendalam, semoga makalah ini dapat berguna untuk mahasiswa pada umumnya.
Kami sebagai penulis mengharapkan kemaklumannyajika dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dari segi cara penulisan, tata bahasa maupun dari isi mutu penulisan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati yang paling dalam kami harapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini
              Akhirnya penulis menyadari, bahwa tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang luput dari salah dosa. Karena itulah  siklus kehidupan manusia yang penuh warna kekurangan, kekhilafan dan kelemahan. Begitupula dalam penulisan karya tulis ini. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Makassar, 19 Desember 2014


Kelompok



DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                          
Daftar Isi                                                                                                                    
BAB I.  PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang                                                                                               
B.  Rumusan Masalah                                                                                          
C.  Tujuan                                                                                                            
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Perkembangan..............................................................................
B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan.......................................
BAB III.  PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Motorik..................................................................................
B.     Perkembangan Bahasa...................................................................................
C.     Perkembangan Kognitif.................................................................................
D.    Perkembangan Sosio-emmosiona...................................................................
E.     Perkembangan Spiritual.................................................................................
BAB IV.  PENUTUP
A.  Kesimpulan....................................................................................................
B.  Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Individu dalam kehidupannya mengalami perkembangan, mulai dari masa bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu tersebut. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik, bahasa, kognitif, sprititualitas, sosioemosional dan sebagainya sebagai syarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan sukses denganya, tugas-tugas perkembangan selanjutnya, namun apabila mengalami kegagalan akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan.

Perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan pada diri individu yang dipengaruhi banyak hal, baik dari faktor internal seperti hereditas dan gen, hingga faktor luar seperti asupan makanan, pergaulan, olahraga dan sebagainya. Begitu banyak hal yang terjadi selama masa perkembangan, merupakan suatu dinamika yang pastinya ditentukan oleh berbagai faktor, seperti yang disebutkan diatas. Berhasil tidak suanya suatu tugas perkembangan juga merupakan andil besar dari faktor-faktor tersebut.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana perkembangan Motorik individu?
2.         Bagaimana perkembangan Bahasa individu?
3.         Bagaimana perkembangan Kognitif individu?
4.         Bagaimana perkembangan Sosio-emosional individu?
5.         Bagaimana perkembangan Spiritual individu?

C.       Tujuan
1.         Mengetahui perkembangan Motorik individu
2.         Mengetahui perkembangan Bahasa individu
3.         Mengetahui perkembangan Kognitif individu
4.         Mengetahui perkembangan Sosio-emosional individu
5.         Mengetahui perkembangan Spiritual individu














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian Perkembangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), perkembangan (berkembang) berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dalam Dictionary of Psychology (1972) & The Penguin Dictionary of Psychology (1988), perkembangan adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.
Secara mudah, perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.

B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
a.       Faktor intern, faktor yang ada dalam diri individu itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
b.      Faktor eksternal, hal-hal yang datang atau ada di luar diri individu yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi individu tersebut dengan lingkungannya.






BAB III
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Motorik (Fisik) (motor development)
Yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills).

Mula-mula seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia 4 bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk dengan bantuan sanggaan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya. Kini, ia telah memiliki apa yang disebut “grasp reflex”, yakni gerakan otomatis untuk menggenggam. Inilah refleks primitif (yang ada sejak dahulu kala) yang diwariskan nenek moyangnya tanpa dipelajari.

Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar perkembangannya adalah “rooting reflex” (refleks dukungan) yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan.

Bekal selanjutnya yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas sensori. Kapasitas sensori lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan berlakunya refleks-refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan napas, penyedotan, dan tanda-tanda respon terhadap stimulus lainnya.

Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak benar-benar seimbang dan proporsional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya, ukuran tangan kanan tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran leher tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.

Gerakan-gerakan motor siswa akan terus meningkat keanekaragaman, keseimbangan, dan kekuatannya ketika ia menduduki bangku SMP dan SMA. Namun, peningkatan kualitas bawaan siswa ini justru membawa konsekuensi sendiri, yakni perlunya pengadaan guru yang lebih piawai dan terampil, khususnya yang berhubungan dengan penyampaian ilmu tentang mengapa dan bagaimana keterampilan tersebut dilakukan.
Belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan penggunaan lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara baik dan benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, ia tidak hanya cukup dengan latihan dan praktik, tetapi juga memerlukan kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor learning (belajar keterampilan inderawi-jasmani).

Ada 4 macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannnya, yaitu :

a.       Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system)
Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktu jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak (Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya, berbeda dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak dapat diganti atau tumbuh lagi.

b.      Pertumbuhan otot-otot
Otot adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut (contractile unit). Diantara fungsi-fungsi pokoknya ialah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan (Reber, 1988). Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.


c.       Perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin (endocrine glands).
Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Sedangkan kelenjar endokrin secara umum adalah kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin seperti adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan memproduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks),  dan kelenjar pituitary (kelenjar di bagian bawah otak yang memproduksi dan mengatur berbagai hormon termasuk hormon pengembang indung telur dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak remaja. Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau berolahraga, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis.

d.      Perubahan struktur jasmani
Semakin meningkat usia anak semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbadingan bagian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Kecepatan berlari, kecekatan bergerak,kecermatan menyalin pelajaran, keindahan melukis, dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses penyempurnaan struktur jasmani siswa. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik siswa lebih memiliki signifikansi daripada usia kronologisnya sendiri.

B.     Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat dan menarik kesimpulan. Perkembangan fikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,6 tahun yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut:
a.       1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif “ bapak makan “
b.      Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal) “ bapak tidak makan”
c.       Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat kritikan, keragu-raguan dan menarik kesimpulan.
Adapun, tugas-tugas perkembangan bahasa antara lain:
a.       Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.

b.      Pemahaman pembendaharaan kata
Pembendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkatkan setelah anak masuk sekolah.

c.       Penyusunan kata-kata menjadi kalimat
Pada umumnya berkembang pada usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama ialah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture“ untuk melengkapi cara berfikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola itu untuk saya”. Menurut Davis, Garrison dan Mc Carthy (E. Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita, dan anak yang berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria, dan anak yang berasal dari kelurga miskin.

d.      Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang di dengar dari orang lain (terutama orang tua).

C.     Perkembangan Kognitif (cognitive development)
Yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak.

Sebagian besar psikolog terutama kognitivis (ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori, ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh aktivitas ranah kognitif.

Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor dan sensorinya. Persoalan mengenai usia berapa hari, berapa minggu, atau berapa bulan aktivitas ranah kognitif mulai mempengaruhi perkembangan manusia, menurut hemat penyusun memang sulit ditentukan. Namun, yang lebih mendekati kepastian dan dapat dipedomani adalah hasil-hasil riset para ahli psikologi kognitif menyimpulkan bahwa aktivitas ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang kehidupan antara 0-2 tahun.

Hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informasi-informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis.

Jean Piaget, mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu :
a)      Tahap sensori motor
Selama perkembangan sensori-motor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun demikian, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.

Intelegensi sensori-motor dipandang sebagai intelegensi praktis (practical intellegence) yang berfaidah pada anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungan sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Pada periode ini, anak belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat.

b)      Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Periode ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2-7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi.

Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru disebut representation/mental representation (gambaran mental). Secara singkat, representasi adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainnya. Representasi ini merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak berpikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya.
Dalam periode ini, juga yang sangat penting, ialah diperolehnya kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.

c)      Tahap konkret-operasional (7-11 tahun)
Dalam periode ini yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.

Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap konkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
-          Conservation (konservasi/pengekalan), kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulati materi, seperti volume dan jumlah. Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitatif tersebut tidak akan berubah secara sembarangan.

-          Addition of classes (penambahan golongan benda), kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar & melati, dan menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga. Disamping itu, kemampuan ini meliputi kecakapan memilah-milah benda yang tergabung dalam sebuah benda yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah, misalnya dari bunga menjadi bunga mawar, melati, dan seterusnya.

-          Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda), kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya).  Kemampuan ini juga meliputi kemampuan memahami secara sebaliknya, yakni cara memisahkan gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri, misalnya : warna bunga mawar terdiri atas merah, putih, dan kuning.

d)     Tahap formal-operasional (11-15 tahun)
Dalam tahap ini, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkret-operasional. Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni :
-          Kapasitas menggunakan hipotesis
-          Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir hipotesis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih mendalam.
Selanjutnya, seorang remaja yang telah telah berhasil menjalani tahap ini akan dapat memahami dan mengungkapkan prinsip-prinsip abstrak. Prinsip-prinsip tersembunyi ini,pada gilirannya akan dapat mengubah perhatian-perhatian sehari-hari secara dramatis dengan pola yang terkadang sama sekali berbeda dari pola-pola perhatian sebelumnya. Suatu saat remaja tersebut akan menuliskan masa depannya dengan prinsip-prinsip abstrak, seperti “aku tahu bahwa aku sedang memikirkan masa depanku sendiri, lalu aku mulai berpikir tentang mengapa aku memikirkan masa depanku”.


D.    Perkembangan Sosio-emosional (Socio-emotional Development)
Yaitu perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri, kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang orang lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin persabatan, dan pengertian tentang moral.
Perkembangan sosial yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak berkomunikasi dengan orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial menurut Bruno (1987) merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan sosial juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial) tersebut, baik di lingkungan sekolah dan keluarga maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan. Setiap tahapan perkembangan perilaku sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan juga perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan mampu berperilaku sosial tertentu secara memadai apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk situasi sosial tersebut.
Di lain pihak, perkembangan emosi (ataupun emosi itu sendiri) amat menentukan sikap seseorang dalam bergaul (sosialnya). Apabila jelek emosinya, maka orang akan menjauhinya. Yang menyebabkan menyebabkan jeleknya emosinya adalah kemungkinan hasil didikan dari orang tuanya. Demikian juga apabila emosi seseorang stabil, adalah hasil didikan di keluarga juga sejak awal. Karena itu, keluarga harus dari awal telah memelihara agar anak tidak suka pemarah, suka memukul, suka ngamuk, dan sebagainya. Ibu mendidik anaknya agar emosinya tenang, yaitu jika ibu suka tenang dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Apabila ibu suka tergopoh-gopoh, maka anaknya juga suka tergopoh-gopoh. Karena itu, salah satu aspek perkembangan emosi adalah ketenangan dan kenyamanan di keluarga.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional antara lain :
a.       Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni :
Tipe
Perilaku Orang Tua
Karakteristik Anak
Otoriter
Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin secara emosional
Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Permisif
Tidak mengontrol, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan, penggunaan nalar, hangat dan menerima
Kurang dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk bereksplorasi
Otoritatif
Mengontrol, menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan
Mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksplloratif, dan percaya diri

b.      Kesesuaian antara bayi dan pengasuh
Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika terjadi ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami stres, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang sang anak inginkan, agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak menimbulkan rasa benci

c.       Temperamen bayi
Merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan intensitas respon kurang.

d.      Perlakuan guru di sekolah
Apa yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan guru terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak. Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap perilaku dan pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena secara langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.
Adapun tahap-tahap perkembangan emosi yang mempengaruhi perkembangan sosialnya yaitu :
a.       Masa Bayi
Pembagian emosinya diklasifikasikan menjadi 2:
-          Emosi Primer, yang termasuk dalam emosi primer ini adalah terkejut, tertarik, senang, marah, sedih, takut, dan jijik yang muncul pada usia enam bulan pertama.

-          Emosi yang disadari (self-concious emotions), yang memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri.Yang termasuk dalam jenis ini adalah empati, cemburu, dan kebingungan yang muncul pada 1½ tahun pertama (setelah timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga, malu, dan rasa bersalah yang mulai muncul pada 2½ tahun pertama.

b.      Masa Kanak-Kanak Awal
Emosi yang dialaminya antara lain : rasa bangga, rasa malu, rasa bersalah, rasa marah, rasa takut, rasa cemburu, rasa ingin tahu , iri hati, gembira, sedih, & kasih sayang.



c.       Masa Kanak-Kanak Akhir & Anak-Anak
Beberapa perubahan yang penting dalam masa ini, antara lain :
-          Peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994).
-          Peningkatan pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu.
-          Peningkatan kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif.
-          Penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti mengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu.

d.      Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa yang sulit secara emosional. Tidak selamanya seorang remaja berada dalam situasi “badai dan stress”, tetapi fluktuasi emosi dari tinggi ke rendah memang meningkat pada masa remaja awal. (Rosenblum & Lewis, 2003). Seorang remaja bisa saja merasa di puncak dunia pada suatu saat namun merasa tidak berharga sama sekali pada waktu berikutnya. Seorang remaja akan sering merajuk tidak tahu bagaimana mengekspresikan emosi mereka. Hanya dengan sedikit atau bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka bisa saja meledak di depan orang tua atau  saudara-saudara mereka.

Reed Larson dan Maryse Richards (1994) menemukan bahwa remaja menunjukkan emosi yang lebih ekstrem dan lebih berubah-ubah dibandingkan orang tua mereka. Sebagai contoh, seorang remaja lima kali lebih mungkin untuk menyatakan dirinya “sangat bahagia” dibandingkan dengan orang tua mereka. Penemuan ini mendukung pandangan yang menyatakan remaja adalah orang yang sangat moody dan mudah berubah-ubah emosinya. (Rosenblum & Lewis, 2003).

e.       Masa Dewasa
Pada masa dewasa, dimulai dengan belajar untuk mengendalikan emosinya dan menyesuaikan emosinya sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Kematangan emosinya jauh lebih baik dan kompleks. Keinginan untuk mengekspresikan emosi secara berlebihan sudah dapat dikendalikan begitu pula dengan perubahan emosinya yang  lebih stabil.



E.     Perkembangan Spiritual
Spiritualitas didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer 1989).Perkembangan spiritual itu ibarat perjalanan tumbuh dan berkembang yang dimulai dari diri masing masing. Keyakinan spritual sangat berkaitan dengan bagian moral dan etis dalam konsep diri anak dan oleh karena itu harus dipertimbangkan sebagai bagian dari pengkajian kebutuhan dasar anak. Anak-anak perlu memiliki arti, tujuan, dan harapan dalam hidupnya. Tidak hanya itu, mereka juga membutuhkan pengakuan dan pemberian maaf. Spritualitas mempengaruhi seluruh bagian dalam diri seseorang: pikiran , jiwa, &tubuh (cluterr,1991:121.)

Adapun fase-fase perkembangan spiritual yaitu :
a.       Individu yang berusia antara 0-18 bulan, Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.

b.      Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah dapat belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari.

c.       Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya.
d.      Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun).  Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan itu. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka.

e.       Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup, menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

f.       Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa.

g.      Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertengahan merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etika sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.

h.      Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan introspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat.

i.        Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun membayangkan kematian, mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri. 


























BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.
Individu dalam kehidupannya mengalami perkembangan, mulai dari masa bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu tersebut. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik, bahasa, kognitif, sprititualitas, sosioemosional dan sebagainya sebagai syarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.
Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan pada diri individu yang dipengaruhi banyak hal, baik dari faktor internal hingga faktor luar. Begitu banyak hal yang terjadi selama masa perkembangan, merupakan suatu dinamika yang pastinya ditentukan oleh berbagai faktor, seperti yang disebutkan diatas. Berhasil tidak suanya suatu tugas perkembangan juga merupakan andil besar dari faktor-faktor tersebut.

B.     Saran
Bagi para pembaca, jadikanlah makalah “Perkembangan Individu” ini menjadi salah satu bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita. Sehingga, kita pun juga dapat mengerti dan memahami bagaimana sedikit seluk beluk hal-hal yang terkait dengan perkembangan diri kita sendiri. Dan jangan lupa juga untuk membaca bacaan-bacaan lain, agar pengetahuan dan wawasan kita semakin bertambah.“Semangat membaca, semangat untuk maju !”



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Willis, S.S. 2012. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta

Mustaqim. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Anonim.“Teori Psikologi Pendidikan”.Online. http://psikologi.net/teori-psikologi-pendidikan/. 27 februari 2015
Anonim.”Perkembangan Sosioemosional”.Online. http://perkembangan-sosio-emosional/wawasanQ.27 februari 2015
Anonim.”Perkembangan Moral dan Spirituan Peserta Didik”.Online.http:// vhvv n/ PSIKOLOGI-PENDIDIKAN. 27 FEBRUARI 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar